CARA PRODUK PERIKANAN MENEMBUS PASAR GLOBAL
Menembus Pasar Global: Cara Produk Perikanan Indonesia Naik Kelas dari Kolam ke Ekspor
Indonesia punya lautan yang luas, jutaan
pembudidaya, dan keberagaman komoditas laut — dari udang vannamei, tuna, rumput
laut hingga ikan hias. Namun untuk benar-benar “naik kelas” dan bertransformasi
dari produk kolam menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi dibutuhkan rangkaian
perubahan: teknologi, standar mutu, rantai dingin, sertifikasi, dan narasi
pemasaran yang meyakinkan pembeli internasional. Artikel ini bercerita tentang
perjalanan itu—cerita nyata yang memadukan praktik lapangan, kebijakan, dan contoh
keberhasilan—serta menyajikan rekomendasi praktis untuk pelaku usaha perikanan
di Indonesia.
Gambaran singkat: seberapa besar
pasar ekspornya?
Pada 2024 nilai ekspor produk perikanan Indonesia
mencapai hampir US$6 miliar, dengan komoditas utama seperti udang,
tuna/skipjack/mackerel, dan rumput laut menjadi penggerak nilai tersebut. Pasar
tujuan besar termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa —
artinya standar mutu dan persyaratan regulatori lintas negara menjadi faktor
penentu keberhasilan ekspor. Databoks+1
Babak pertama: kualitas sejak
hulu — benih, pakan, dan manajemen budidaya
Sukses ekspor dimulai jauh sebelum kotak freezer.
Untuk budidaya, kualitas benih dan manajemen pakan menentukan produktivitas dan
mutu akhir (ukuran, warna, kandungan lemak). Pembudidaya yang menerapkan
biosekuriti, pemantauan kualitas air, dan Penerapan Good Aquaculture Practices
(GAP) jauh lebih mungkin menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi pasar
ekspor. Lembaga riset dan universitas sering menjadi mitra penting dalam
transfer teknologi untuk tahap ini. (rangkuman umum; detail praktik teknis
tersedia di literatur FAO/KKP). FAOHome
Babak kedua:
pascapanen—penanganan, pendinginan, dan rantai dingin
Setelah panen, waktu dan suhu adalah musuh atau
sahabat produk. Penanganan yang lambat, es yang tidak higienis, atau rantai
dingin yang terputus akan menurunkan mutu dan membuka risiko penolakan di
negara tujuan. Investasi pada unit pendingin lokal, praktik IQF (individual
quick freezing), dan pengemasan yang benar memungkinkan produk bertahan lebih
lama, mengurangi reject, dan menaikkan nilai jual (mis. udang beku kualitas
ekspor vs udang segar lokal). Kondisi infrastruktur cold chain di Indonesia
berkembang, namun masih menjadi bottleneck di banyak daerah.
Babak ketiga: pengolahan,
diversifikasi produk, dan nilai tambah
Nilai tambah tercipta ketika produk mentah diproses
menjadi fillet beku, produk siap goreng, shrimp IQF, atau produk berbasis
rumput laut (agar-agar, carrageenan). Pengolahan juga membuka peluang
branding—mis. penekanan “sustainably sourced”, “HACCP-certified”, atau
“traceable origin”—yang dapat mendorong margin lebih tinggi di pasar
Eropa/Jepang/AS. Pusat pengolahan modern dengan standar hygiene, laboratorium
uji, dan kontrol mutu menjadi penentu apakah produk bisa menembus segmen
premium. KKP
Babak keempat: sertifikasi,
traceability, dan narasi keberlanjutan
Pembeli global —terutama retailer besar dan
importir Eropa/AS—meminta bukti keberlanjutan dan keterlacakan. Sertifikasi
seperti MSC (Marine Stewardship Council) untuk perikanan tangkap dan
ASC/ISO/HACCP untuk budidaya atau pengolahan membuka akses ke pasar yang
menuntut produk “sustainably sourced”. Indonesia sudah mencatat kemajuan nyata:
beberapa perikanan tuna kecil dan rantai pasok tertentu telah memperoleh sertifikasi
MSC, yang membantu membuka pasar AS dan Eropa. Narasi keberlanjutan ini juga
penting untuk komunikasi pemasaran. MSC International+1
Babak kelima: akses pasar,
regulasi, dan diplomasi dagang
Selain memenuhi standar teknis, eksportir harus
memahami regulasi negara tujuan—mis. toleransi residu, persyaratan dokumentasi,
dan tes spesifik. Insiden seperti temuan Cesium-137 pada salah satu kiriman
udang beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa isu mutu (bukan hanya mikroba
tetapi juga kontaminan) dapat menimbulkan pembatasan sementara dan merusak
reputasi. Respons cepat pemerintah, laboratorium pengujian yang diakui, dan
sertifikat resmi menjadi kunci untuk menjaga arus ekspor tetap lancar. IPB University
Tantangan yang sering jadi penghambat
- Fragmentasi
rantai pasok —
banyak nelayan/pembudidaya kecil, sehingga standarisasi sulit.
- Infrastruktur
cold chain belum merata — terutama di sentra produksi jauh dari
pelabuhan ekspor.
- Kepatuhan
regulasi internasional — pengujian residu, jejak elektronik, dan
dokumen ekspor sering membingungkan UMKM. https://indonesiabusinesspost.com/
- Persepsi
pasar tentang keberlanjutan — tanpa bukti sertifikasi, produk akan sulit
menembus segmen premium. MSC International
Praktik terbaik dan rekomendasi
konkret
- Bangun
kerjasama klaster: kelompokkan pembudidaya dalam
koperasi/klaster untuk standarisasi mutu, pembelian pakan terjangkau, dan
akses fasilitas pendinginan bersama. (praktik lapangan teruji).
- Investasi
rantai dingin bertahap: mulai dari cold room komunitas → fasilitas
IQF di tingkat kabupaten → logistik berpendingin ke pelabuhan ekspor.
- Sertifikasi
bertahap:
mulai dengan HACCP/ISO untuk unit pengolahan, lalu naik ke ASC/MSCI untuk
membuka segmen premium. MSC International
- Digital
traceability:
gunakan QR code/ledger sederhana untuk merekam asal produk, waktu panen,
dan hasil uji laboratorium — ini menambah kepercayaan pembeli.
- Kolaborasi
pemerintah-akademik-swasta: program pembiayaan, pelatihan mutu, dan
laboratorium uji resmi (role KKP) sangat membantu UMKM naik kelas. KKP+1
Penutup — dari cerita pembudidaya
ke rak supermarket dunia
Naik kelas bukan soal mengirimkan lebih banyak
kontainer, tetapi soal mengirimkan produk yang konsisten, aman, dan memiliki
cerita yang disukai pasar: bisa dilacak, ramah lingkungan, dan bernilai tambah.
Indonesia sudah berada di jalur yang benar—dengan komoditas unggulan, inisiatif
sertifikasi, dan perhatian pada rantai dingin—tetapi perjalanan ini masih
panjang dan membutuhkan kolaborasi semua pihak: petani/nelayan, pengolah,
eksportir, pemerintah, dan pembeli internasional. Bagi pelaku usaha yang siap
berinvestasi pada mutu dan keberlanjutan, pasar global menunggu.
Daftar referensi
- Data
dan analisis nilai ekspor perikanan 2024. Databoks
- KKP
— Program Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Perikanan (dokumen strategis &
laporan kinerja). KKP+1
- FAO
— National Aquaculture Sector Overview: Indonesia. FAOHome
- Marine
Stewardship Council — proyek dan sertifikasi di Indonesia. MSC International+1
- Liputan
isu mutu/insiden udang & respons KKP (kasus deteksi Cesium-137 dan
penanganan). IPB University

Comments
Post a Comment